Ini Masih Hangat :
Selamat datang di Blogku Dududth Blog | Jangan Lupa berkunjung Ke Website Baru saya ya, ayo ayo :D jangan lupa dibaca juga loh di Bahrul.com | Dijamin gak rugi kok. Jangan lupa ya kunjungi website saya yang Bahrul.com | Thanks kaka :)

Sunday 21 August 2011

SEJARAH MUSIK INDIE


Sejarah industri rekaman di Indonesia dimulai pada awal tahun 1960-an, tatkala Studio Irama mulai merekam lagu-lagu jenis hiburan (untuk menyebut ‘lagu pop’ jaman itu), melalui cakram (piringan hitam) untuk Nien Lesmana, Rachmat Kartolo dan Koes Bersaudara. Lalu, terjadi perkembangan berarti pada awal dekade 1970-an, tatkala almarhum Dick Tamimi mendirikan perusahaan rekaman Dimita, yang akhirnya merekam album Koes Plus (dengan drummer Murry menggantikan Nomo Koeswoyo), band wanita Dara Puspita dan grup Panbers. 
Pada jaya Dimita inilah Indonesia mulai memiliki band-band rekaman yang saat kemudian mampu menyemarakkan industri rekaman Pop maupun panggung.

Pada saat yang hampir bersamaan, ada sekelompok musisi yang populer dengan kebebasan berekspresinya, pada awalnya bisa dilihat dari gaya panggungnya yang ‘nyeleneh’ dan komposisi lagu ciptaannya yang unik, antara lain dapat ditemui pada karya The Gang of Harry Roesli, The Rollies dan Giant Step (Bandung), God Bless (Jakarta), dan AKA Group (Surabaya). Band-band yang disebut paling belakang itu bahkan berdiri dan berkreasi dalam rentang waktu antara tahun 1969 hingga memasuki tahun 1980-an. 

Bayangkan tentang penampilan God Bless dengan peti mati atau AKA Group yang ke panggung dengan membawa roda pedati raksasa, sementara band Rawe Rontek dari Banten manggung di belakang Gedung Sate (Bandung) pada tahun 1976 dengan memakai atraksi debus lengkap dengan penggorengannya di atas kepala vokalis. 

Kebebasan berkreasi yang mereka usung sebagian diakomodasi melalui album-album rekaman yang berbeda dan panggung dengan model audiens yang beragam pula. Ini artinya, heterogenitas musik di Indonesia sejatinya telah ada sejak akhir dekade tahun 1960-an hingga hari ini, yang sebagian lagu karyanya dapat diakomodasi melalui label rekaman besar yang biasa disebut sebagai major label.

Sejumlah nama dan karya pemusik sempat ditolak satu label, tapi akhirnya diterima oleh label lainnya, dan akhirnya albumnya meledak di pasaran. Contoh hal ini adalah album Camelia, album perdana Ebiet G Ade yang diluncurkan Jackson Records pada seputar 1979. Juga lagu-lagu pada album Peterpan yang diedarkan oleh Musica Studio’s.

Pada tahun 1994, Pas Band dari Bandung memulai revolusi rekaman band indie melalui mini album rock 4 lagu. Meski mini album Pas Band awalnya beredar terbatas di Bandung dan sekitarnya, komunitas indie ini terendus oleh Aquarius Musikindo yang kemudian memutuskan mengontrak Pas Band untuk bergabung. Maka, terbitlah album berisi lagu-lagu di album indie plus lagu-lagu baru Pas Band melalui major label Aquarius Musikindo (1995). Terobosan ini dilanjutkan dengan direkrutnya Suckerhead oleh Aquarius, dan juga direkamnya grup cadas Edane pada tahun berikutnya. Lalu – untuk menampung puluhan band indie lainnya – 

Aquarius resmi membuka label baru dengan bendera Independent dan Pops pada 1997. Nama-nama Type-X, Betrayer, Rumah Sakit, solo album Agus Sasongko, adalah sebagian dari musisi yang pernah ber-indie ria.

Di Sony Music, band-band indie juga diakomodasi, tanpa diintervensi karyanya, antara lain untuk album Superman Is Dead, Saint Loco, Navicula dan banyak lainnya. Sementara itu, di luar major label, gerakan indie terus menanjak naik. Puncaknya terjadi pada awal tahun 2000, tatkala GOR Saparua di Bandung, hampir saban Minggu menggelar acara penampilan band-band indie dari penjuru Indonesia, dengan syarat biaya transportasi dan akomodasi ditanggung manajemen musisi sendiri. Pada saat itu, setiap band manggung harus ikut mendanai ‘pesta musiknya’ sendiri dengan membayar sejumlah uang untuk biaya sewa tata suara, alat musik, panggung, dekorasi dan venue. Di luar GOR Saparua, jualan album indie dan merchandise-nya, termasuk majalah indie lokal, digelar. 

Tapi sejarah band indie yang paling spektakuler ‘penghasilannya’ bisa dipastikan berlaku pada Slank. Band yang bermarkas di Jl. Potlot Jakarta ini telah menyimpan fans fanatik terdaftar dalam komunitas Slankers sebanyak 400.000 orang. Slankers 
inilah pembeli fanatik kaset dan CD, merchandise Slank, dan penonton konser Slank, yang terus mencoba menghindari membeli barang bajakannya. Jika Slank sendiri telah ber-indie ria sejak album ke 7 (hit ‘Balikin’) melalui label Slank Records dengan model titip edar lewat Virgo Ramayana Records, maka inilah industri indie yang terbesar dalam sejarah indie label di Indonesia. Itu pula sebabnya, hanya Slank yang berani melepas 2 album dalam setahun (album reguler dan album road show), karena telah jelas jumlah pembelinya.

Bare Naked Ladies

Band indie Indonesia mungkin bisa berkaca pada perjuangan band indie luar negeri. Segala keterbatasan bisa dihadapai tanpa mengurangi musikalitas, mereka bisa konsisten untuk melepas album dengan , kualitas yang konsisten pula. Seperti yang dikukan Barenaked Ladies (BNL), band alternatif rock asal Kanada.

Band yang terbentuk 16 tahun silam ini bakal kembali menghibur lewat album terbarunya. Dengan punggawa Ed Robertsen (vokal/gitar), Steven Page (vokal/gitar), Jim Creeggan (bas), Kevin Hearn (keyboard), Tyler stewart (drum) telah menyatakan untuk merilis album ke 11.

Sayang, mereka belum menyatakan kepastian rilis dan judul album yang akan di lepas. Tapi, Ed Robertson menyatakan telah membuat sekitar 30 lagu. Tentunya tetap pada jalur indie, mereka menggaet Nettwerk Music Group via Desperation Record sebagai label. \"Kami tidak lagi memikirkan berapa lagu yang akan diedarkan. Entah itu 12 atau 14 track,\" ujar vokalis band ini. 

\"Yang jelas kami akan maksimalkan penggarapan ini. Bukan double album atau triple album. Tapi, benar-benar album yang akan kami nyanyikan lewat tur. Pasalnya, dengan begini kami merasa tetap dekat dengan fans ,\" tambahnya.

Lewat tur, BNL bakal habis-habisan mempromosikan albumnya. Pasalnya, sejak pertama band ini muncul di tahun 1988 memang punya reputasi bagus untuk live performance. Buktinya, saat tahun itu pula mereka mendapat gelar North America’s Best Loved Live Acts. 

Back to topic ada bocoran beberapa lagu yang telah rampung. Down the Earth dan Everything Had Changed akan mereka beberkan pada tur di Montreal tanggal 21 Nopember besok.

Rekaman live performance-nya bisa dilihat di website Apple’s iTunes Music Store. Mereka sengaja menjual sekitar 30 konser di berbagai negara untuk memuaskan fansnya. 

Kuintet ini selalu merekam semua shownya untuk diputar. \"Kami selalu membawa engineer saat tur. Fungsinya, agar hasil klip videonya bisa langsung di upload ke website,\" tambah Robertson.

Roberson menambahkan BNL mungkin akan disibukan tur saat musim panas tahun depan. \"Bertepatan dengan itu album baru ini bakal rilis 2006 besok. Tapi, lagu kami bakal lebih nge-rock. Tidak sama dengan lagu sebelum-sebelum ini. Finnally, kami ingin orang mendengan kami memainkan lagu rock,\" jelas frontman BNL ini.

klo menurut lo ????

0 komentar:

Post a Comment