Ini Masih Hangat :
Selamat datang di Blogku Dududth Blog | Jangan Lupa berkunjung Ke Website Baru saya ya, ayo ayo :D jangan lupa dibaca juga loh di Bahrul.com | Dijamin gak rugi kok. Jangan lupa ya kunjungi website saya yang Bahrul.com | Thanks kaka :)

Monday 15 August 2011

BULSHIT !!!



Kau tanya, aku menjawab
kamu minta, aku berikan
ku sayangi kamu

Ku bicara, kamu yang diam
ku mendekat, kamu menghindar
separah inikah kamu dan aku

Bagaimana bisa aku tak ada di setiapmu melihat
sementara ku ada
bagaimana bisa kamu lupakan yang tak mungkin dilupakan
aku selalu cinta, selalu cinta

Kamu hilang, aku menghilang
semua hilang yang tak kukira
jangan tanya lagi, tanya mengapa

Bagaimana bisa aku tak ada di setiapmu melihat
sementara ku ada
bagaimana bisa kamu lupakan yang tak mungkin dilupakan
aku selalu cinta tapi kamu tidak
tapi kamu tidak, tapi kamu tidak

Bagaimana bisa aku tak ada di setiapmu melihat
sementara ku ada, aku selalu ada
bagaimana bisa kamu lupakan yang tak mungkin dilupakan
aku selalu cinta tapi kamu tidak
tapi kamu tidak, tapi kamu tidak
Tuesday, April 13, 2010

Cinta itu Tetap Saja, Luka

Detik berjalan, menit bergerak, dan jam merambat tanpa aku sadari. Hari berlalu. Puluhan minggu telah terlalui sejak saat itu. Tetap, tanpa makna. Cinta itu masih saja luka. Pun ketika hatiku tersentuh keindahan yang lain.

...

Dan kubiarkan diriku, sekedar mengetahui dengan sebutan apa aku bisa memanggilnya. Tanpa membiarkan rasa ingin tahuku mengungkap lebih jauh, bahkan untuk sekedar mengetahui namanya. Toh, pada akhirnya sama saja. Terlepas untukku, atau untuknya. Dariku, atau darinya. Bukankah jika ini adalah cinta, kelak ia menjelma menjadi sebuah luka?

Entahlah. Yang aku tahu, suatu saat kelak, aku akan berterima kasih pada ia yang membuatku merasakan kembali apa yang kurasa tidak tersisa lagi untukku ini. Untuk saat ini, dan entah sampai kapan, biarlah ia, namanya, dan rasa ini, kusimpan untukku seorang.
Saturday, January 9, 2010

Cinta itu Luka

dulu, aku pernah membenci cinta, dengan sebuah kebencian yang terlalu dalam. bukan karena terluka. pun bukan penghianatan. tapi karena apa yang ia torehkan, luka, yang jauh melebihi dalamnya palung mariana.

cinta itu luka. bulan sebelas sebelum milenia kedua berlalu, dunia mengajarkan kepada hati rapuhku akan hal itu, untuk pertama kalinya. kehangatan, kasih sayang, dan cinta. semua hanya omong kosong belaka yang pada akhirnya akan selalu berujung dengan sebuah luka. apapun yang akan kita lakukan, dapat kita lakukan ataupun mampu kita lakukan. perpisahan, tangis, dan kematian. tetap pasti terjadi.

cinta itu luka. ketika ia diambil kembali oleh sang Pemilik. direnggut dari dunia ini. sebelum aku sempat mengucapkan kata maafku. sebelum aku sempat mengecup keningnya. dan kukutuk seisi dunia!

seandainya saja aku memiliki lebih banyak waktu.

...

hatiku tidak terluka, tapi pecah. meledak dan berkeping. serpihnyapun teramat kecil. berserakan, kotor bercampur debu, tangis dan darah hingga anjingpun enggan untuk memakannya. aku terdiam. aku hanya mampu menyaksikan semua keping itu meluruh, hilang direjam luka.

dan aku, sebagaimana bodohnya manusia yang kehilangan, kehilangan arah. tenggelam dalam gelapnya malam. langkahku gontai. dan hangatnya angin malam yang menusuk tulang belakangku, semakin menyesatkan langkahku. entah sudah berapa lama waktu berlalu. entah sudah berapa banyak kesalahan yang aku perbuat. bahkan aku lupa, apa saja yang telah terjadi. aku hilang.

...

tahunan telah berlalu ketika aku mulai tersadar. tidak ada lagi yang kusesali sedikitpun. apa yang terjadi terjadilah. karena toh, pada akhirnya mungkin semua itu adalah harga yang pantas kubayar dalam langkahku mengeja dan memahami kehidupan. hidupku tanpa penyesalan. hingga aku bertemu dirinya, sejak pagi itu aku melihatnya!

sejenak, kugantungkan asa patahkuku kepada iblis yang berkedok dibalik sebuah nama, "harapan". mungkin cinta itu ada. mungkin dia hadir untuk menyatukan apa yang dulu pecah dan bercecer. mungkin... akh! betapa bodohnya serpihan hatiku kan terjatuh untuk dia, sang bidadari pagi!

sejak pagi itu, sejak aku melihatnya, apa yang telah bertahun-tahun kubenci, kupuja seketika itu juga. cinta. kepada ia yang kukira adalah seorang bidadari, bidadari pagiku. sayang, ternyata pagi itu juga pula yang mengawali neraka duniaku. dengan luka yang jauh lebih dalam, dari apa yang sempat kuanggap sebagai yang terdalam sebelumnya.

...

siapapun yang bisa membaca judul tulisan ini akan tahu, tanpa harus kujelaskan. apa yang kuanggap benar, ternyata salah. tidak seharusnya aku berhenti membenci cinta. terlebih, tidak seharusnya aku mencintai sesosok bidadari yang kulihat pagi itu. tidak seharusnya! dan begitu banyak penyesalan terus mengalir dari pikiranku. sayang. baru setelah melalui semua ini aku tahu.

untuk kedua kalinya. cinta itu luka. sang bidadari pagikulah yang menyajikan neraka bagi seisi duniaku. keacuhan. penghianatan. kemunafikan. kepalsuan. bahkan pelacuran hati! semua sisi terburuk dari sebuah kata "cinta", ia tamparkan pada hidupku dalam satu malam. aku ingin memakinya "pelacur!" tapi aku tidak mampu. karena apa yang telah ia lakukan, bahkan jauh lebih rendah dari kata yang akan aku gunakan untuk memakinya.

andai saja aku diberi sedikit kuasa oleh sang Pemilik untuk mampu menatap apa yang akan terjadi. mungkin paling tidak, aku kini masih memiliki sedikit hati. meski terserpih. tapi paling tidak, masih ada sesuatu yang ada. tidak seperti sekarang. bukan lagi hampa. bahkan aku tidak tahu, adakah "kata" untuk melukiskan apa yang terjadi dengan hatiku.

mungkin sampai kelak ajal menjemputku, aku akan terus bertanya-tanya. apa salahku. terlebih padamu bidadari? setelah segala apa yang kulakukan. setelah semua yang kuberikan. setelah bertahun ini aku selalu menjagamu. menemanimu ketika hatimu resah. membuatmu tersenyum ketika matamu mulai basah. berkorban begitu banyak untukmu seorang. dan yang kudapati hanyalah, kata?

bahkan tanpa penjelasan...

dan seperti biasa. bibirmu terkunci rapat ketika aku meminta penjelasan. memang aku tahu, kamu tidak pernah menjelaskan. itu juga kan yang terjadi padaku? hingga mereka membenciku. dan membunuh jiwaku seketika dengan menjauhkan kamu dariku. adalah karena diammu. karena bagimu, tidak pantas seorang aku memperoleh pembelaan. dan kembali aku bertanya, kenapa? ataukah sebenarnya itu inginmu? jika tidak, kenapa hanya itu satu-satunya kesimpulan yang mampu kudapati? pernahkah rasa itu ada padamu?

sungguh, hanya seperti membalik telapak tangan, sebenarnya aku bisa membuat dirimu lebih hina dari iblis dimata semua orang. membuat semua bibir mencibir, membuat semua mata mengernyit. tapi aku bersumpah tidak akan pernah membalas sebuah FITNAH dengan FITNAH. terlebih kepadamu, jika hanya untuk membuatmu tahu seperti apa rasanya kehilangan karena sebuah fitnah. tidak sekarang, besok, atau kapanpun. aku pasrah.

akh. betapa bodohnya aku yang kembali bertanya. mungkin hanya yaumul hisab yang mampu membuat kamu membuka mulutmu. menyuarakan apa kata hatimu. bukan sekedar diam, menurut dan menangis. dan kelak, ketika itu, aku dan kamulah yang akan dimintai pertanggung jawaban, bukan dia, bukan siapapun.

dan semua sia-sia. semua berakhir.

...

dan aku mengutuk kekalutan dan kegalauan tanpa akhir ini.

terkadang, aku berharap, akan lebih baik jika sang Pemilik mengambilmu, sebelum semua ini terjadi. meski aku akan kembali pecah. namun paling tidak, di sang bidadari pagi di hatiku yang kembali bercecer, tetap akan seindah apa yang mampu kuingat. seindah sesosok wanita yang membuatku, kembali merasakan rasa. dan aku membencimu, yang telah menodai sosok itu dengan pelacuran!

sesalku bertambah satu, menyadari bahwa ia yang aku cintai selama ini tidak ada bedanya dengan pelacur yang otak dan hatinya hanya sebatas materi. dan satu lagi, menyadari betapa bodohnya aku yang tidak menyadari semua itu selama ini. dan satu lagi, karena aku tetap mencintainya. kerena betapa dahsyat luka, pedih dan semua kekecewaan ini belum cukup mampu membuatku membencinya melebihi aku mencintainya...

cinta itu luka. cinta itu tidak ada. yang ada materi. bukankah demikian bidadari?

0 komentar:

Post a Comment